Contoh Kasus :
VIVAnews - Pengadilan Negeri jakarta Pusat mulai menyidangkan kasus dugaan korupsi di Kantor Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Sidang menghadirkan dua terdakwa yang diduga merugikan negara Rp 3,5 miliar.
Seperti dikutip dari laman kejaksaan, Senin 9 NOvember 2009, terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Utama CV Bunga Lestari Alan Abdulrahman dan Karyawan Koperasi Departemen Kehutanan Taty Sumiyati. Mereka diduga telah melakukan korupsi yang merugikan negara dan petani.
Kasus ini berawal dari proyek Pembuatan Model Tanaman Rehabilitasi Mangrove dengan anggaran dari APBN 2007 di Kantor Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNK). Proyek tersebut senilai Rp 9.517.533.300 untuk 3 tahun dengan lokasi 15 pulau di Kepulauan Seribu. Tender tersebut dimenangkan oleh CV Bunga Lestari.
Demi mendapatkan tender tersebut, sebelumnya Alan membuat perjanjian dengan Tati. Diantaranya adalah Tati yang akan mengerjakan proyek tersebut dengan kesepakatan Alan akan mendapat imbalan sebesar 10 persen dari nilai kontrak.
Sesuai perjanjian, Tati melaksanakan pengerjaan proyek tersebut antara lain pembayaran untuk 4.125.000 batang termasuk penyulaman sejumlah Rp 4,9 miliar. Namun, Tati tidak melakukan penanaman 100 persen, karena sebelum lelang dilakukan, petani setempat telah melakukan penanaman sekitar 10 persen.
Tak hanya itu, Tati juga membayar bibit manggrove kepada petani dengan harga Rp 500, sementara harga yang ditetapkan sesuai kontrak adalah Rp 1.200 per batang.
Alan dan Tati dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga Rp 3.593.269.670,00.
Tema : Korupsi
Dana yang dikucurkan dari APBN 2007 untuk proyek pembuatan model tanaman rehabilitasi mangrove yang bernilai Rp. 9.517.533.300 disini tindakkan yang dilakukan oleh pihak pengerjaan yang melakukan penanaman pohon mangrove itu sendiri berlaku curang karena anggaran yang seharusnya ditujukan untuk penanaman 100 persen beliau hanya melakukan penanaman 10 persen saja karena sebagian besar lahan sudah ditanami oleh petani sekitar dan pembelian bibit tersebut uga tidak sesuai dengan ketentuan atau kebijakkan yang sudah ditetapkan untuk satu bibit pohon mangrove yang harganya Rp. 1.200 beliau hanya membayar Rp. 500 yang bisa mengakibatkan kerugian yang ditanggung oleh petani mangrove tidaklah sedikit.
Tindakkan tersebut harus dihentikan karena merugikan pihak petani dan mungkin sebagian uang yang seharusnya diterima petani masuk kekantong yang seharusnya tidak masuk. Tindakkan tersebut diadili dengan hukum yang sesuai dengan apa yang dilangar tidak dikurangkan ataupun dilebihkan dan yang lebih penting tidak merugikan pihak kecil yang sudah tercekik keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar